Dalam kehidupan sehari-hari, kita
mengenal istilah berbicara dan bersuara. Keduanya memiliki perbedaan yang
sangat signifikan. Berbicara adalah salah satu bentuk dari komunikasi.
Komunikasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses menyampaikan pesan dari
pengirim ke penerima. Adapun sebuah komunikasi dikatakan efektif (100% power)
jika pesan yang disampaikan oleh pengirim sesuai dengan apa yang dipahami oleh penerima.
Jika pengirim menyampaikan ‘A’ maka penerima juga harus menerima ‘A’. Dalam
proses komunikasi, pengirim bertanggung jawab atas pesan yang disampaikan.
Ada dua bentuk komunikasi
manusia, yaitu verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah dengan cara
mengucapkan, sedangkan komunikasi nonverbal bisa dengan gerakan tubuh. Komunikasi
yang paling sering kita lakukan dan kita andalkan adalah komunikasi verbal.
Padahal menurut penelitian ahli, komunikasi verbal hanya berpengaruh 7 %
terhadap proses penyampaian pesan. 93% sisanya justru dipengaruhi oleh
komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal yang paling besar pengaruhnya dalam
proses penyampaian pesan adalah intonasi, selain itu eye contact dan body
language juga turut berpengaruh.
Komunikasi adalah hal sederhana
yang seringkali dianggap sepele. Padahal, dalam sebuah keluarga, komunikasi
efektif adalah hal yang sangat penting, bisa dikatakan sebagai kunci
keberhasilan ataupun keharmonisan sebuah keluarga. Seringkali masalah timbul di
dalam sebuah keluarga akibat ketidakberesan komunikasi. Oleh karena itu,
berproses untuk dapat berkomunikasi efektif dalam keluarga adalah hal yang
urgent. Proses ini memang tidaklah mudah. Namun, komunikasi efektif ini adalah
langkah awal untuk dapat menyusun kurikulum keluarga yang merupakan bagian dari
proses menemukan misi keluarga.
Agar komunikasi yang ada di keluarga kita efektif,
harus dimulai dari pasangan. Ayah dan bunda harus memahami gaya komunikasinya
masing-masing terlebih dahulu. Gaya komunikasi ini berupa gaya bicara maupun
warna suara. Gaya komunikasi dibentuk oleh dua hal, yaitu frame of experience
(FoE) dan frame of reference (FoR). Kedua hal ini akan sangat berbeda karena
ayah dan bunda berasal dari keluarga yang berbeda dan menjalani pengalaman
hidup yang berbeda pula.
Setelah memahami gaya komunikasi
masing-masing, selanjutnya ayah dan bunda perlu menyelaraskan FoE dan FoR tadi.
Caranya adalah dengan sering-sering mengobrol dan sering-sering beraktivitas
bersama. Perlu diingat, ngobrolnya bukan membicarakan orang lain melainkan
ngobrol tentang diri masing masing. Di samping itu, ayah bunda juga perlu
mengetahui Fallback, yaitu kecenderungan situasi yang akan terjadi pada
pasangan jika pasangan berada pada situasi tekanan tinggi. Fallback perlu
dititeni, agar bisa mengantisipasinya. Kunci utama agar lantas dapat
berkomunikasi secara efektif adalah adanya ‘acceptance’.