oleh : Ustadz Adriano Rusfi, Psi.
Libatkan anak dalam masalah
Saya baru punya mobil usia 42 tahun. Rumah baru punya 2 tahun lalu, sebelumnya ngontrak.
Dulu saat usia saya 28 tahun, teman-teman saya bilang, “Lu makanya yang fokus dong cari duit.”
Saya cuek saja, saya memilih fokus mendidik anak. Saya percaya dengan prinsip "Life begin at forty". Bagaimana pun waktu bersama dengan anak tidak akan bisa diulang saat anak2 sudah dewasa.
Kalau sekarang teman-teman saya kagum dan bilang, “Lu hebat banget sih?”
Saya sekarang bisa membalas, “Mungkin dulu Lu kecepetan fokus sih.”
Karena setelah menikah dan mempunyai anak, saya memilih fokus untuk mendidik anak-anak saya.
Supaya beban finansial saya cepat beres, saya fokus meng-aqilbaligh-kan anak-anak.
Anak saya dari usia SMP sudah menjadi loper koran, membuka jasa servis tamiya, membantu scoring lembar psikotest.
Saya memberikan syarat jika anak meminta sesuatu, maka 10% haruslah memakai uangnya sendiri. Sehingga setiap permintaan anak saya akan dimulai dengan pertanyaan: “Abi ada duit nggak?”
Ketika anak saya ingin sepeda motor, saya katakan, “Bebas boleh pilih yang mana saja, asal 10% uang sendiri.”
Anak saya jadi berpikir juga. Yang 16 juta, harus ada 1,6 juta. Akhirnya anak saya memilih yang 9 juta saja, karena merasa mampu menyediakan 10%-nya. Abi nya senang, anak senang.
Ketika anak meminta barang baru sementara barang yang lama masih bisa dipakai, saya hanya katakan, "Harusnya kamu bersyukur abi sudah belikan yang itu dan kamu masih bisa gunakan itu."
Salah satu cara mendidik anak menjadi Aqil Baligh adalah dengan tidak menyembunyikan masalah dari anak. Rem masa baligh anak dengan membantu orang tua menyelesaikan masalahnya.
Jadi kurang tepat juga ketika mengatakan, “Biar Ayah saja yang menderita, kamu belajar saja yang rajin.”
Itu adalah kalimat kurang ajar. Bukti bahwa si Ayah Egois. Mengapa si ayah tidak mengijinkan anaknya mengikuti jalan suksesnya? Tidak ada sejarahnya orang sukses hanya dari gelimangan kemudahan.
Konglomerat Tionghoa itu sadis-sadis sama anaknya. Kalau anak mereka minta macam-macam, jawabnya “Sudah bagus Bapak kasih segitu.”
Kita saja yang Melayu ini suka memanjakan anak. Ada tetangga saya Tionghoa yang pengusaha kaya raya. Ketika hujan, ia memberikan payung buat anaknya supaya jadi ojek payung.
Ketika anak saya sudah memasuki usia aqil baligh, anak saya beritahu. “Kamu ini sebenarnya sudah bisa abi suruh pindah, tapi sekarang masih boleh tinggal dirumah. Hanya kami statusnya numpang. Numpang makan, numpang tidur. Jadi tahu diri ya sebagai penumpang. Baik-baik sama tuan rumah.”
Maka anak pun akan berusaha mematuhi tata tertib untuk tidak pulang malam, dll.
Hadapkan anak dengan berbagai masalah dan harus mencari solusinya sendiri adalah bagian dari upaya meng-aqilbaligh-kan anak kita. Ajari anak cari uang, ajari anak berorganisasi. Libatkan anak dengan masalah.
Anak mulai bisa diajarkan kemandirian saat usia di atas 7 tahun. Itu sudah fitrahnya. Didik anak dengan penuh optimis, tidak perlu rekayasa. Dan jangan lupa untuk meminta kepada Allah melengkapi kekurangan kita dalam mendidik anak-anak.
#JinggaParenthoodEducationSeries
#PendidikanAqilBaligh
Libatkan anak dalam masalah
Saya baru punya mobil usia 42 tahun. Rumah baru punya 2 tahun lalu, sebelumnya ngontrak.
Dulu saat usia saya 28 tahun, teman-teman saya bilang, “Lu makanya yang fokus dong cari duit.”
Saya cuek saja, saya memilih fokus mendidik anak. Saya percaya dengan prinsip "Life begin at forty". Bagaimana pun waktu bersama dengan anak tidak akan bisa diulang saat anak2 sudah dewasa.
Kalau sekarang teman-teman saya kagum dan bilang, “Lu hebat banget sih?”
Saya sekarang bisa membalas, “Mungkin dulu Lu kecepetan fokus sih.”
Karena setelah menikah dan mempunyai anak, saya memilih fokus untuk mendidik anak-anak saya.
Supaya beban finansial saya cepat beres, saya fokus meng-aqilbaligh-kan anak-anak.
Anak saya dari usia SMP sudah menjadi loper koran, membuka jasa servis tamiya, membantu scoring lembar psikotest.
Saya memberikan syarat jika anak meminta sesuatu, maka 10% haruslah memakai uangnya sendiri. Sehingga setiap permintaan anak saya akan dimulai dengan pertanyaan: “Abi ada duit nggak?”
Ketika anak saya ingin sepeda motor, saya katakan, “Bebas boleh pilih yang mana saja, asal 10% uang sendiri.”
Anak saya jadi berpikir juga. Yang 16 juta, harus ada 1,6 juta. Akhirnya anak saya memilih yang 9 juta saja, karena merasa mampu menyediakan 10%-nya. Abi nya senang, anak senang.
Ketika anak meminta barang baru sementara barang yang lama masih bisa dipakai, saya hanya katakan, "Harusnya kamu bersyukur abi sudah belikan yang itu dan kamu masih bisa gunakan itu."
Salah satu cara mendidik anak menjadi Aqil Baligh adalah dengan tidak menyembunyikan masalah dari anak. Rem masa baligh anak dengan membantu orang tua menyelesaikan masalahnya.
Jadi kurang tepat juga ketika mengatakan, “Biar Ayah saja yang menderita, kamu belajar saja yang rajin.”
Itu adalah kalimat kurang ajar. Bukti bahwa si Ayah Egois. Mengapa si ayah tidak mengijinkan anaknya mengikuti jalan suksesnya? Tidak ada sejarahnya orang sukses hanya dari gelimangan kemudahan.
Konglomerat Tionghoa itu sadis-sadis sama anaknya. Kalau anak mereka minta macam-macam, jawabnya “Sudah bagus Bapak kasih segitu.”
Kita saja yang Melayu ini suka memanjakan anak. Ada tetangga saya Tionghoa yang pengusaha kaya raya. Ketika hujan, ia memberikan payung buat anaknya supaya jadi ojek payung.
Ketika anak saya sudah memasuki usia aqil baligh, anak saya beritahu. “Kamu ini sebenarnya sudah bisa abi suruh pindah, tapi sekarang masih boleh tinggal dirumah. Hanya kami statusnya numpang. Numpang makan, numpang tidur. Jadi tahu diri ya sebagai penumpang. Baik-baik sama tuan rumah.”
Maka anak pun akan berusaha mematuhi tata tertib untuk tidak pulang malam, dll.
Hadapkan anak dengan berbagai masalah dan harus mencari solusinya sendiri adalah bagian dari upaya meng-aqilbaligh-kan anak kita. Ajari anak cari uang, ajari anak berorganisasi. Libatkan anak dengan masalah.
Anak mulai bisa diajarkan kemandirian saat usia di atas 7 tahun. Itu sudah fitrahnya. Didik anak dengan penuh optimis, tidak perlu rekayasa. Dan jangan lupa untuk meminta kepada Allah melengkapi kekurangan kita dalam mendidik anak-anak.
#JinggaParenthoodEducationSeries
#PendidikanAqilBaligh