Contact Form

 

A HOME TEAM by Dodik Maryanto


Kita mulai dengan melihat beda antara ‘kerumunan’ dan 'team’.

Saat jalan-jalan pagi dan melewati sebuah pasar kaget, apa yang Bunda dapati? Sekumpulan orang, ada yang heboh menawarkan barang, sebagian sibuk menawar barang, yang lain hanya lihat-lihat saja, ada pula yang jalan kesana-kesini, bahkan ada pula yang bengong. Setiap orang sibuk dengan kegiatannya sendiri, mengejar tujuannya sendiri yang tak selalu ada kaitan dengan yang lain, interaksi seperlunya sebatas kebutuhan jikapun ada, berada di tempat yang sama namun tak saling sapa satu dengan lainnya, asing dan tak peduli kecuali ada maunya. Inilah KERUMUNAN.


Para penggemar bola tentu tak asing dengan Barca, tempat Lionel Messi dan Neymar mengukir prestasi, tapi tak mungkin sendiri. Setiap pemain mengerti posisi, tugas, peran dan tujuan. Mereka saling mengerti bahkan tanpa keluarnya satu kata pun, memberikan support satu dengan yang lain. Menyajikan permainan cantik yang membuahkan goal kemenangan, rapat menjaga dari serangan lawan. Ini satu contoh TEAM.

Kerumunan dan Team sama-sama merupakan kumpulan orang. Kerumunan tak mempunyai tujuan bersama yang menyatukan mereka, tak ada komunikasi untuk saling mengerti. Yang menyatukan mereka hanya karena kebetulan berada di tempat yang sama.

Team disatukan oleh tujuan bersama, tatanilai yang diyakini semua, komunikasi dan interaksi yang membuahkan saling mengerti, tahu peran, posisi dan tugasnya, saling memberikan dukungan dan bantuan, gembira bersama bergerak menggapai impian.

Mari kita tengok keluarga kita, lebih dekat dengan ciri-ciri kerumunan ataukah team?

Sebuah hometeam berbeda dengan team lainnya. Hometeam tidak bisa sesuka-suka ganti pemain, anggotanya memiliki usia dan tingkat kematangan yang berbeda-beda, ada peran-peran yang secara alamiah sudah melekat pada anggotanya, ada pula yang dapat berganti-ganti dimainkan. Hometeam memerlukan manajemen yang unik. Sebagian dari kita menganggap akan bisa dengan sendirinya mengatur rumahtangga bila tiba waktunya, ketrampilan itu akan tumbuh secara naluriah. Bukankah orang tua kita juga tak repot-repot belajar saat membesarkan kita?

Barangkali memang demikian. Namun bila yang hendak kita bangun adalah 'A’ HomeTeam, hometeam yang berkualitas 'A’ dan bukan sekedar hometeam maka ada hal-hal yang perlu kita cermati.

Kita dengan pasangan hidup kita dipertemukan dan disatukan setelah dewasa. Sebelumnya kita dibesarkan di lingkungan berbeda, melalui jalan berbeda, dengan cara berbeda, dan mungkin juga dengan tatanilai yang berbeda. Maka langkah pertama adalah banyak-banyaklah membangun KOMUNIKASI, verbal maupun non verbal. Sering-sering ngobrol bareng, melakukan kegiatan bersama, membicarakan apa yang kita sukai dan tidak kita sukai, memahami gelagat dan bahasa tubuh. Jangan diam saja dan menganggap pasangan hidup kita pasti tahu atau seharusnya tahu. Pasangan hidup kita bukan dukun kan? 😉 Yang pertama dibangun adalah tatanilai bersama, our values. Tak perlu banyak, yang utama dulu saja yang akan menjadi INDUK NILAI. Induk nilai Tanah Perdikan Margosari, keluarga kami adalah iman dan kehormatan.

Meski rumusannya sederhana, proses ini bisa jadi berdarah-darah, penuh tetesan air mata. Maka Anda dan pasangan perlu menyepakati konstitusi dan aturan main dasar.

Kami memiliki 3 langkah saja yg disebut sbg golden rules:
1. Mesti TETAP BERKOMUNIKASI seberapa pun marahnya.
2. Segala keputusan yang dihasilkan dalam keadaan marah, BATAL demi hukum. 3. Bila terjadi selisih atau beda pendapat, kembali kepada al QUR'AN dan al HADITS.

Proses ini bisa jadi lama, jangan berharap bagai membalik telapak tangan: Plek, selesai. Tidak! Intensitas komunikasi dan main bareng akan sangat menentukan. Maka perbanyaklah sarananya. Misalnya: Makan bareng, sholat berjamaah, bermain bersama, ngopi pagi, dll. Manfaatkan teknologi, bikin grup keluarga di wa/line/bb dll. Share hal-hal baik yang mencerminkan nilai keluarga.

Setelah itu kita akan lebih enak untuk membicarakan TUJUAN keluarga. Tidak harus sekali jadi, biarkanlah tujuan ini dinamis dan berkembang. Secara berkala dibicarakan bersama. Dengan mengetahui tujuan bersama dan sasaran masing-masing, setiap anggota keluarga jadi tahu hal-hal yang dibutuhkan yang lainnya. Dengan demikian mereka mengerti bila hendak men-support yang lainnya. Bila saat ini sepertinya tidak ada kerjasama dalam keluarga, yang satu tak mau membantu yang lainnya, barangkali karena yang satu dan yang lain tidak saling mengerti apa yang diperlukan. SALING MEMAHAMI adalah dasar tumbuhnya kerjasama team.

Aturannya: Understand first then to be understood.

Dan kuncinya adalah KOMUNIKASI. Kita bahas di lain kesempatan. Sukses selalu!

/Dodik Mariyanto/

 Pertanyaan 1⃣
🌹 Intonasi suara sy keras dan lantang bkn lemah lembut sprt ibu2 biasanya...kadang...itu dianggap membentak...kasar...
Bgmn "menurunkan volumenya"....* sy jg sdh berusaha lho..*
-mb anisah- 
                     
1⃣ mbak anisah, pertama syukuri dulu dengan warna suara yang kita miliki. Artinya Allah sudah memiliki rencana khusus untuk membekali mbak Annisa dengan warna suara tersebut. Cara paling jitu untuk orang-orang yang memiliki "peach" tinggi adalah membawa dagu mendekati leher ketika berbicara, karena kecenderungannya kalau berbicara akan menarik leher, sehingga akan makin terkesan marah dan emosional, padahal kan sedang mengungkapkan rasa sayang. Setelah itu silakan melatih intonasi, jangan terlalu cepat berbicara, contoh :
"Nak,jeda, ibu jeda ingin jeda kamu jeda disiplin jeda tentang jeda waktu". Hehehehe terkesan lucu ya, tapi tok cer cara ini untuk melatih ibu-ibu dan bapak dengan peach tinggi.Nah pola ini ada di materi komunikasi efektif, sehingga bunda nanti harus belajar khusus ttg hal tsb.✅           
           
Pertanyaan 2⃣
🌹Bagaimana sebaiknya mengatur peran antara ayah, ibu, & anak-anak, sehingga mampu membentuk hometeam yg solid?

Matur Nuwun

-pak dimas-                        

2⃣ Pak Dimas, "Berbagi PERAN" itu kuncinya. Ada peran-peran yang memang harus dijalankan oleh Bapak yaitu sebagai IMAM keluarga, hal ini tidak bisa tergantikan tapi bisa di latihkan ke anak laki-laki. Ada peran yang memang harus dijalankan oleh seorang ibu yaitu menjadi MANAGER KELUARGA, tidak bisa tergantikan tapi bisa dilatihkan ke anak perempuan. Ada peran yang harus dijalankan oleh anak-anak sebagai ANGGOTA KELUARGA, yang masing-masih akan saling TAAT dan PATUH dengan aturan keluarga yang sudah disepakati bersama. Masing-masing anggota keluarga harus paham perannya masing-masing. Kalau di keluarga kami ada proses pemagangan peran.

Misal Elan akan di coach pak Dodik bagaimana caranya jadi imam, dalam perjalanan waktu, diberikan kesempatan untuk menjalankan peran tsb. Misal mengambil keputusan, melindungi ibu dan kakak perempuannya. Sehingga kelak ketika sudah sungguh-sungguh menjadi imam keluarga tidak kaget.

Enes, ketika memasuki usia pre aqil baligh akhir sekitar 10 th ke atas, mulai saya coach menjadi manager keluarga, sehingga ketika memasuki masa aqil baligh, saya sudah bisa berbagi peran dengan enes.

Dan lama-lama saya dan pak Dodik menggantikan posisi saya sebagai ANGGOTA KELUARGA yang siap di manage oleh anak-anak. Dan kami rasakan ternyata peran kita sebagai imam dan manager keluarga itu hanya disaat mereka pre aqil baligh, saat mereka aqil baligh, peran cepat sekali berganti✅                        

Pertanyaan3⃣

Bagaimana cara  mengontrol emosi agar tetap bisa berkomunikasi dg baik. Contoh kejadiaannya kadang kadang saat menghadapi anak tiba tiba marah gitu aja nggak terkontrol seperti tanpa sebab, dan setelah itu pasti merasa bersalah tapi bingung harus bersikap bagaimana. (merujuk pada aturan main no. 1 di padepokan margosari, pak dodik dan bu septi pasti berpengalaman mengantisipasi emosi yg demikian)

-mb nur-                     

3⃣ Mbak Noor, pertama kali kita harus menetapkan golden rules, baik di rumah, di kelas, maupun di organisasi. Contoh golden rules kami salah satunya adalah : "Tetaplah berkomunikasi seberapapun emosi", maka salah satu diantara kita harus berani untuk memulainya. Hilangkan gengsi dan emosi. Contoh ketika saya jengkel dengan anak-anak, setelah tersadarkan selalu saya tutup dengan satu kalimat :
"maafkan ibu ya Nak, ibu seperti ini karena Ibu sayang sama kamu, kalau tidak pasti sudah biarkan kamu terjebak dalam kesalahan"

kalau dengan pasangan biasanya yang agak berat ya, heheheh. maka tetaplah menjadi yang no 1 untuk memulai pembicaraan. Caranya cari pembicaraan yang kita berdua pasti akan memberikan respon yang sama karena sama-sama concern di bidang tersebut. Kalau kami berdua ya urusan anak. Kalau sudah bicara nyentil ttg urusan anak, pasti suasana jadi cair. Setelah cair baru selesaikan kasus utamanya dalam kondisi nyaman tidak tegang✅                        

Pertanyaan 4⃣
➡Bagaimana 'a home team' tetap berjalan dalam keadaan anggota keluarga tdk dalam satu rumah?
➡Selain komunikasi - saling memahami, Apa yg harus dibangun selain kebersamaan dalam kegiatan keluarga(krn tdk memgkinkan)?

-mb wiwik-                        

4⃣ Mbak Wiwik, membangun team itu syarat utamanya adalah sering berinteraksi bersama, berjalan bersama, mengerjakan project bersama, menyelenggarkan event bersama. Hal ini apakah bisa dijalankan "jarak jauh?" untuk koordinasi bisa, tapi kalau untuk pijakan sejarah pengalaman dalam menguatkan team jujur saya katakan "TIDAK BISA". Salah satu kuncinya apabila kondisi tetap berjauhan, sering ikut event bersama, sering melakukan perjalanan bersama, melakukan project bersama dengan periode yang rutin.✅                        
Selain komunikasi dan saling memahami, yang perlu dibangun adalah membangun team dengan ANAK, ini yang perlu dikuatkan. Boleh Ibu dan anak atau Bapak dan anak, kalau memang bersama sudah tidak memungkinkan. Karena IBU dan ANAK saja bisa membangun team itu sudah HEBAT, apabila bapaknya mau bergabung maka jadi LUAR BIASA. Jadi tidak masalah. Saya dibesarkan oleh ibu yang single parent, dan itu tidak menjadi masalah di perkembangan saya membangun team keluarga. ✅                        

Pertanyaan 5⃣
Saya menghadapi 2 anak perempuan abg yg kdg2 bikin sy emosi krn slalu membantah setiap omongan saya.. kdg2 sy berusaha sabar tp kdg2 sy jd emosi juga.. gimana ya bu 😓

-mb dian-                       

 5⃣ Mbak Dian Maryono, seringlah ajak bicara 2 ABG cantik itu disaat mereka bahagia, jangan di saat mereka menjengkelkan. Kalau di saat menjengkelkan bunda harus banyak-banyak doa saja, dan masukkan nama putri-putri bunda dalam doa tersebut. Saya mengutip kalimat umar bin khatab :
Ketika anakmu berbuat kebaikan , puji dia dan catatlah, namun ketika mereka berbuat keburukan, maka tegur, dan jangan pernah engkau mencatatnya.

Sebenarnya selama anak-anak tersebut belum memasuki aqil baligh, baru pre aqil baligh akhir, akan mudah untuk kita mengarahkannya. tapi kalau sudah aqil baligh, banyakin doa dan tirakat dari orangtuanya, karena hanya Allah yang bisa membolak balikkan hati makhluknya✅                        

Pertanyaan 6⃣
Dengan keterbatasan ilmu yg saya miliki, Sy sdh coba terapkan membangun team dalam keluarga. Anak anak di beri tanggung jawab masing masing sesuai usianya. Yg mbarep jd penanggungjawab ibadah, anak kedua kebersihan dan ketiga perlengkapan...pada pelaksanaanya yg mampu melakukan hny yg mbarep, yg kedua dan ketiga santai santai aja kayak di pantai...hehe, dan ini sering bikin emosi mbarep. Gmn ngatasinya bu? Agar semua anak punya kesadaran dg tanggungjawabnya masing2 (tentunya sesuai usia mrk)

Eh cara saya bikin team udah bener blm ya??😁
Pengen tau kongkritnya bu..

-pak amir-                        
6⃣ Pak Amirudin, tolong dibedakan antara membangun team, dengan membagi tugas rumah tangga biar jadi enteng. Saya berikan contoh konkritnya. Misal di saat "family forum" (forum ngobrol keluarga) muncul identifikasi masalah bahwa "kamar mandi kita kotor", maka buatlah project bersama keluarga, kasih nama misal "Kamar mandi impian" atau apapun. Tanyakan siapa yang akan jadi pimpronya? nah sang pimpro akan membagi tugas, menentukan durasi project dan menentukan indikator suksesnya program. Orangtua harus terlibat didalamnya, bersedia menjadi anggota project dan siap sewaktu-waktu mendapat tugas dari anak kita selaku pimpro. Ingat ada durasi waktu yang pendek-pendek, kemudian berganti lagi dengan project yang lain. Hal ini akan membuat anak berbinar mengerjakan tugasnya.

Berbeda dengan pembagian tugas rutin rumah tangga yang dilakukan dengan terus menerus, apalagi kalau pembagian tugas itu yang menunjuk orangtuanya, bukan pilihan anak, tambah betelah anak-anak tersebut✅                        

Total comment

Author

admin

0   comments

Cancel Reply