PENDAHULUAN
Peranan guru dalam pembelajaran
berbasik proyek telah digambarkan dalam berbagai gambaran: seorang
fasiilitator, seorang pembimbing, seorang konduktor; pemandu yang
senantiasa bersama, bukan seorang bijak yang selalu paham. Seluruh
perumpamaan-perumpaaan ini memiliki beberapa kebenaran dan dapat
berguna dalam membedakan peran guru dalam pembelajaran berbasis
proyek (Project Based Learning - PBL) dari pengajaran biasa,
namun penggambaran tersebut mungkin mendorong suatu pertanyaan,
“Bukankah guru tidak lagi mengajar dalam PBL?” Mereka pastinya
tetap mengajar, dalam pandangan kami. Guru masih seorang yang ahli
dalam materi, seorang mentor, seorang motivator dan seorang penilai
dalam pembelajaran. Guru membuat keputusan instruksional (hal-hal
yang berkaitan dengan pembelajaran) yang didasarkan pada pengetahuan
pedagogis mereka tentang bagaimana cara terbaik menolong siswa dalam.
memahami ide-ide baru. Mereka melibatkan siswa dalam percakapan
berjenjang dan memonitor bagaimana proyek berjalan. Mereka merancang
sumber-sumber baru dan menyediakan bimbingan. Mereka membangun budaya
kelas yang mendukung PBL. Mereka berperan sebagai perancang
instruksional dan manajer proyek. Memadukan hal-hal tersebut, Anda
mendapatkan pelaksanaan-pelaksanaan yang kami sebut sebagai pengajan
berbasis proyek (Project Based Teaching – PBT).
Sebuah stereotip umum menyarankan
bahwa guru dalam PBL secara sederhana meluncurkan proyek dan kemudian
kembali untuk membiarkan siswa bekerja, hanya menyediakan
pembimbingan yang dibutuhkan. Merupakan hal yang benar bahwa siswa
yang lebih tua yang berpengalaman dalam PBL sebaiknya diberikan
tingkatan otonomi yang maksimal. Namun hal ini merupakan sesuatu yang
ideal, dan dalam kenyataannya kebanyakan siswa memerlukan dukungan
dari guru. Sehingga peranan gur sebaiknya menyediakan tingkatan
otonomi yang sesuai.
Terdapat perbedaan terhadap yang
dapat dilakukan oleh guru yang baru saja melaksanakan PBL dengan guru
yang sudah lama melaksanakan PBL. Guru yang berpengalaman dengan PBL
dapat menyampaikan kesepakatan dengan siswa dalam hal usulan dan
pilihan dalam beberapa proyek, memperlakukan mereka sebagai perancang
pembantu, manajer pembantu, dan penilai pembantu. Secara umum, kami
menyarankan guru yang masih memiliki sedikit pengalaman dengan PBL,
atau yang memiliki siswa yang baru melaksanakan PBL, untuk mengambil
peran utama dalam perencanaan dan pembimbingan proyek. Bahkan guru
yang sudah berpengalaman dalam PBL mungkin berkeputusan bahwa usulan
dan pilihan siswa kurang sesuai untuk beberapa proyek atau pada
titik-titik berbeda dalam proyek, bergantung pada siswa, topik,
produk, dan faktor-faktor lainnya.
Penilaian dalam konteks PBL
meliputi beberapa pelaksanaa yang terdapat pada pembelajaran pada
umumnya, tetapu mengharuskan guru keluar dari pemikiran terhadap
penilaian yang biasa dilaksanakan seperti kuis, tes, dan instrumen
lain yang telah lazim digunakan. Konsepsi tentang “penilain
berimbang” (Burke, 2010; Stiggins, 2005) menekankan kebutuhan
terhadap penilaian formatif – digunakan untuk menginformasikan
siswa dan guru tentang perkembangan terhadap tujuan pembelajaran –
dan penilaian sumatif – digunakan untuk membuat penilaian terhadap
apa yang telah dipelajari. Keduanya merupakan hal penting dalam
sebuah proyek.
Penilaian sumatif dalam PBL,
seperti formatif, merupakan sebuah kombinasi dari kebiasaan lama dan,
bagi beberapa guru, kebiasaan baru. Dalam pelaksanaan kurikulum pada
umunya, sebagai contoh, guru memberikan tes atau bertanya kepada
siswa agar menuliskan jawaban untuk menentukan apakah mereka telah
mempelajari apa yang dimaksudkan oleh guru. Dalam sebuah proyek,
instrumen-instrumen ini mungkin masih digunakan – khususnya untuk
menilai konten pengetahuan dan pemahaman konseptual – tetapi begitu
juha evaluasi akhir terhadap produk yang diciptakan oleh tim dan
terhadap kemampuan siswa untuk menggunakan pemikiran kritis/
pemecahan masalah, kolaborasi, dan kemampuan pengelolaan diri. Untuk
hal tersebut, guru dan murid perlu menggunakan rubrik yang
menggunakan acuan kriteria.
Selain penilaian formatif dan
sumatif, jenis lain dari “keseimbangan” berlaku pada standar emas
PBL. Sebuah proyek harus mencakup beberapa tingkatan penilaian diri,
dimana siswa menggunakan bukti dan refleksi untuk mengevaluasi
perkembangan dan pencapaiannya. Untuk siswa yang cukup umur,
penilaian teman memainkan peran dalam evaluasi kualitas bagian
pekerjaan atau partisipasi seseorang sebagai anggota team. Selain
menilai kerja individu, guru dalam sebuah kelas berbasis proyek perlu
menilai pekerjaan yang diselesaikan sebagai anggota grup. Karena
sebuah proyek mewajibkan siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan
tetapi juga mengaplikasikannya, pengukuran yang biasa dilakukan
terhadap pengetahuan yang diperoleh harus seimbang dengan penilaian
kinerja. Akhirnya, selain menilai pengetahuan, guru perlu menilia
pemahaman konseptual dan ketrampilan sukses seperti pemikiran
kritis/problem solving, kolaborasi, dan pengeloaan diri.
Dalam bab ini, kami meguraikan 7
(tujuh) kunci penting yang berkaitan dengan pengajaran berbasis
proyek (Project Based Teaching – PBT). Walaupun Standar Emas PBL
menekankan bagaimana dan tentang apa siswa belajar, guru merupakan
orang yang terpenting dalam memastikan pembelajaran tersebut
berlangsung. Siswa dapat menolong guru menjalankan
penerapan-penerapan ini – yang terpenting adalah sifat
pelaksaannya, bukan siapa yang menjakankan – tetapi guru dewasa
memiliki tanggung jawab terakhir untuk memastikan bahwa setiap fungsi
dijalankan dengan baik. Kita selanjutnya akan membahas 7 (tujuh)
kunci penting tersebut.
Diterjemahkan Dari: Setting The standard for Project Based Learning : A Proven Approach to Rigorous Classroom Instruction. 2015. Alexandria: ASCD